Jumat, 05 November 2010

ASHABUL KAHFI

 Ashabul Kahfi
Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah, mereka terdiri atas tujuh orang, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Qur`an. Dalam gua, para pemuda mukmin ini tinggal untuk merenung dan berpikir, akhirnya mereka keluar dengan sebuah kesimpulan yang pasti bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan seluruh alam, mereka tidak akan beriman kecuali kepada-Nya dan tidak akan menyembah selain Dia.
Mereka mengetahui bahwa kaum mereka adalah orang-orang kafir, karena menyembah selain Allah. Kekafiran mereka menyebabkan kezaliman dan kebohongan. Para pemuda mukmin ini lalu memikirkan langkah berikutnya, yaitu dengan mengasingkan diri, lalu memutuskan untuk meninggalkan kaumnya, karena mereka adalah orang yang beriman sedang kaumnya adalah kaum yang kafir, dan tidak mungkin bagi para pemuda itu untuk tinggal bersamanya.
Mereka lalu meninggalkan kota dan pergi ke sebuah gunung, kemudian memutuskan untuk berlindung dalam gua di gunung itu. Mereka memohon kepada Allah agar mencurahkan rahmat-Nya bagi mereka. Allah mengabulkan permohonan mereka. Rahmat Allah diturunkan kepada mereka, Dia memerintahkan matahari agar tidak menyinari tubuh mereka, sehingga tidak merusaknya.
Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah atas mereka adalah bahwa mata mereka tetap terbuka, sehingga orang yang melihat menyangka mereka terjaga dan dapat melihat, padahal mereka tidur nyenyak. Bahkan, bumi tidak menelan tubuh mereka, karena Allah membalikkan mereka sesekali ke kanan dan ke kiri.
Bersama mereka ada seekor anjing yang menjadi teman mereka. Anjing itu duduk di ambang pintu gua, menjunlurkan kedua lengannya, dan tidur seperti penghuni gua itu. Sehingga tidak seorang pun yang berani mengganggu mereka ketika tidur. Allah telah membuat hati siapa saja yang melihat mereka menjadi takut, jika ia menoleh kepada mereka, ia akan melarikan diri ketakutan.
Mereka tidur cukup lama, disebutkan dalam Al Qur`an selama 309 tahun! Setelah itu, Allah membangunkan mereka, sehingga mereka bertanya-tanya berapa lama mereka tidur, namun mereka berbeda pendapat. Diantara mereka ada yang mengatakan, “Kami tidur selama satu atau setengah hari!”
Akan tetapi mereka tidak memperpanjang perdebatan itu karena memang mereka tidak mengetahuinya, mereka dalam gua.
Lalu mereka menunjuk salah seorang diantara mereka untuk pergi ke kota, membekalinya dengan uang untuk membeli makanan. Demikian pula agar ia waspada dan berhati-hati agar tidak ada seorang pun yang mengenali dan mengetahuinya, karena mereka merasa takut terhadap kaum mereka. Jika mereka mengetahui penghuni gua dan tempat tinggal mereka, niscaya kaumnya akan membunuh mereka atau membujuk mereka agar kembali ke agama mereka dan perbuatan syirik.
Pergilah pemuda itu untuk membeli makanan ke pasar. Namun Allah menghendaki hal lain. Allah ingin menjadikan diantara mereka tanda kekuasaan-Nya dan sebagai bukti atas kemampauan Allah Yang Maha Suci untuk membangkitkan. Allah menampakkan mereka pada kaum mereka. Sementara itu, kaum itu telah menjadi kaum yang beriman kepada Allah, generasi sebelumnya yang kafir telah lenyap. Yang sekarang hidup adalah generasi yang beriman.
Setelah penduduk negeri itu melihat laki-laki mukmin itu, mereka menyusulnya ke gua, tatkala mereka tiba di gua, mereka mendapatkan ketujuh lelaki mukmin itu telah wafat, kali ini benar-benar wafat dalam keadaan yang wajar. Demikianlah akhir kisah tentang iman, ikhlas, dan zuhud di dunia untuk kembali kepada Allah.
KENAPA PEMUDA KAHFI MENINGGALKAN KAUMNYA?
Setelah mereka mengetahui kekuatan dan kekuasaan kaum mereka yang lebih besar dibandingkan dibandingkan dengan kekuatan mereka, sementara mereka menginginkan perubahan.
Kalau mereka tetap ingin menghadapi dan memerangi kaum mereka, pertempuran ini tidak akan seimbang, hasilnya pun dapat ditebak, mereka tidak akan menang.
Mereka juga memperhatikan sikap kaum mereka, tetap berada dalam kekafiran, tidak mendengarkan seruan untuk beriman kepada Allah dan tidak memenuhi ajakan para pendakwah itu. Sebaliknya mereka menindas, menyiksa, dan membunuh mereka. Oleh karena itu, tidak ada manfaat dalam memerangi atau menyeru mereka.
Mempertimbangkan hal itu, mereka merasa bahwa keberadaan mereka diantara kaum mereka tidak berarti apa-apa, sehingga tidak mungkin tetap bersama mereka, mereka bahkan khawatir kaum mereka akan menfitnah dan memalingkan mereka dari keimanan. Tidak ada cara lain bagi mereka, kecuali mengasingkan diri, pergi ke gua, agar iman mereka tetap hidup dan mereka dapat beribadah kepada Allah.
Keputusan mereka untuk mengasingkan diri di dalam gua adalah benar dan tepat, sesuai dengan kenyataan dan kondisi mereka. Oleh karena itu, Allah mengabulkan doa mereka, menurunkan rahmat-Nya, dan menyediakan kebutuhan mereka.
Allah menggambarkan Ash-habul Kahfi sebagai para pemuda, “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami atambahkan kepada mereka petunjuk.”
Fase kepemudaan adalah masa yang penuh semangat dan dinamika. Sifat ini dipuji dalam Al Quran, juga pemiliknya jika ia melakukan perbuatan mulia dan luhur. Sifat ini juga yang menjadi sumber semangat dan kekuatan bagi para pemuda muslim yang konsisten, bahkan bagi usaha, perjuangan, kesungguhan dan aktivitasnya. Inilah buah yang matang dari sifat kepemudaan yang selalu konsisten dan jujur.
Inilah fase penuh semangat, perjuangan, dan pengorbanan, yang berarti keberanian dan keteguhan. Para pemuda adalah agen perubahan dan reformasi. Mempertimbangkan pengaruh pemuda yang efektif, serta tidak seriusnya umat Islam memanfaatkan potensi dan semangat para pemudanya, musuh-musuh Islam melancarkan perang akidah dan pemikiran terhadap pemuda Islam, menjerumuskan mereka ke dalam kesia-siaan dan permainan, mematikan semangat mereka, membuat mereka cenderung pada kesenangan, pekerjaan, dan kehidupan.
Akan tetapi tidak semua pemuda telah sesat, ada sebagian mereka yang soleh, sebagaimana firman Allah tentang Ash-habul Kahfi, “Sesungguhnya mereka-mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”. Dimana mereka memperlihatkan keIslaman mereka, memahaminya dengan sebenar-benarnya, melaksanakannya dengan sebenar-benarnya, dan mendakwahkannya dengan semangat, kesungguhan, dan keikhlasan.
Ayat ini bermaksud menetapkan kebenaran Al Quran yang pasti tentang keimanan dan petunjuk, yaitu iman sesungguhnya adalah sebuah pilihan. Jika seseorang telah memilihnya, menerimanya dengan ikhlas, patuh, dan sungguh-sungguh, maka Allah akan menambahkan keimanan kepadanya. Akan tetapi jika ia tidak mengambil dan memilih jalan itu maka Allah tidak akan memberinya petunjuk, apalagi untuk menambahkan petunjuk kepadanya.
Ikhtisar Pelajaran Terpenting dari Kisah Ash-habul Kahfi
v
Kisah Ash-habul Kahfi merupakan bukti Al Quran yang paling menonjol atas pemberian kemuliaan (karomah) bagi pemuda-pemuda yang saleh
v
Dalam kisah itu banyak terdapat tanda-tanda kebesaran Allah swt yang menunjukkan adanya Allah, memperkenalkan kita kepada-Nya, dan menjelaskan sebagian sifat dan perbuatan-Nya.
v
Merupakan bukti yang paling jelas bahwa Allah memelihara para aulia dan menolong mereka sehingga mereka hidup dalam ketenangan dan menghadapi musuh-musuh mereka dengan teguh.
v
Ash-habul Kahfi digambarkan sebagai para pemuda. Gambaran ini merupkan pujian yang mengandung pengertian betapa pentingnya fase kepemudaan itu, fase penuh semangat, dinamika, dan produktivitas
v
Seorang muslim harus memenuhi hatinya dengan iman kemudian memohon pada Allah agar meneguhkan hati mereka
v
Bergaul dengan orang-orang yang saleh menyebabkan mendapat berkah dari mereka, sedangkan bergaul dengan orang-orang jahat menyebabkan terjerumus dalam kejahatan juga Hendaknya kita meninggalkan masalah-masalah yang tidak mengandung manfaat dan kebaikan serta tidak membuang-buang waktu dengan hal itu.
v
Kalimat “Dan hendaklah ia berkata lemah lembut” merupakan sebuah tuntunan Al Quran untuk bersikap lemah lembut dalam kehidupan, hubungan dan interaksi antar sesama
v
Kebangkitan Ash-habul Kahfi dari tidur mereka selama beratus-ratus tahun merupakan bukti ilmiah dan nyata yang paling kuat tentang kebangkitan dan hari akhir.

Kisah Ashabul Kahfi

Posted by redaksi On 30 January 2010 6 Commented
Mereka adalah para pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala serta Dia mengilhami mereka keimanan, sehingga mereka mengenal Allah dan mengingkari keyakinan kaum mereka yang menyembah berhala. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah akidah mereka disertai dengan perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan kaum mereka, seraya berkata, artinya,

“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian ،K.” (Al-Kahfi: 14), yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, ،§maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14), yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 15).
Setelah mereka sepakat mengenai keyakinan tersebut dan menyadari bahwa mereka tidak mungkin menjelaskannya kepada kaum mereka, maka mereka memohon kepada Allah Ta’ala supaya dimudahkan urusan mereka, artinya, “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10).
Kemudian mereka berlindung ke gua, lalu Allah Subhannahu wa Ta’ala memudahkan urusan mereka, melapangkan lubang gua serta menempatkan pintunya di sebelah utara, sehingga tidak terkena sinar matahari; baik ketika terbit maupun saat terbenam, dan mereka tertidur dalam gua di bawah penjagaan serta perlindungan Allah Subhannahu wa Ta’ala selama tiga ratus sembilan tahun. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi mereka dari rasa takut, karena posisi mereka (gua) berdekatan dengan kota kaum mereka.
Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi mereka dalam gua tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,artinya, “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” (Al-Kahfi: 18), supaya bumi tidak membusukan tubuh mereka.
Kemudian Allah Subhannahu wa Ta’ala membangunkan mereka setelah tertidur dalam jangka waktu yang cukup lama “supaya mereka saling bertanya diantara mereka sendiri.” (Al-Kahfi: 19). Akhirnya mereka menemukan jawaban yang sesungguhnya, sebagaimana hal tersebut ditegaskan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya, artinya,
“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.
Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Dan Faidah-Faidah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Tersebut
Di dalam kisah tersebut terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan faidah-faidah yang bermanfaat, di antaranya:
* Bahwa kisah ashhabul kahfi, meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala yang paling mengagumkan, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.
* bahwa orang yang memohon perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka Allah akan melindungi dan menyayanginya, dan menjadikan nya sebab-sebab untuk menunjukkan orang-orang yang sesat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi ashhabul kahfi dalam tidur mereka yang cukup lama dengan memelihara keimanan dan tubuh mereka dari gangguan serta pembunuhan kaum mereka dan Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan bangunnya mereka dari tidur mereka sebagai tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebaikan-Nya yang banyak dan bermacam-macam, supaya hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah Subhannahu wa Ta’ala pasti benar.
* Adalah perintah menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat dan mendiskusikannya, karena Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk tujuan tersebut dan mengilhami mereka untuk berdiskusi di antara mereka seputar keyakinan mereka dan pengetahuan masyarakat mengenai keyakinan atau perilaku mereka sehingga diperoleh bukti-bukti dan pengetahuan bahwa janji Allah pasti benar dan sesungguhnya kiamat itu pasti terjadi tanpa ada keraguan di dalamnya.
* Adalah berkenaan dengan etika seseorang yang merasa samar mengenai sesuatu ilmu, maka hendaklah ia mengembalikannya kepada gurunya dan berusaha untuk memahami dengan seksama pelajaran yang telah diketahuinya.
* Bahwa sah mewakilkan dan mengadakan kerja sama dalam jual beli. Hal tersebut merujuk perkataan mereka,artinya, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”, kemudian “،K maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Bahwa diperbolehkannya memakan makanan yang baik-baik dan memilih makanan-makanan yang layak dan sesuai dengan selera seseorang selama tidak melebihi batas-batas kewajaran. Sedang jika melebihi batas-batas kewajaran maka hal tersebut termasuk perbuatan yang dilarang. Hal itu didasarkan kepada perkataan salah seorang dari mereka,artinya, “،K dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Adalah berkenaan dengan anjuran supaya memelihara, melindungi serta menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah dalam urusan agama dan harus menyembunyikan ilmu yang mendorong manusia berbuat jahat.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan perhatian dan kecintaan para pemuda itu kepada agama yang benar, pelarian mereka untuk menjauhkan diri dari semua fitnah dalam urusan agama mereka dan pengasingan diri mereka dengan meninggalkan kampung halaman serta kebiasaan mereka untuk menempuh jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan hal-hal yang tercakup dalam kejahatan, seperti kemadharatan dan kerusakan yang mengundang kemurkaan Allah ƒ¹ dan kewajiban meninggalkannya, dan meniggalkannya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh kaum mukminin.
* Bahwa firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,artinya, “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21) menunjukkan bahwa orang-orang yang berkuasa yang dimaksud ialah para penguasa ketika mereka dibangunkan dari tidur mereka yaitu para penguasa yang telah beragama dengan agama yang benar, karena para penguasa itu mengagungkan dan memuliakan mereka, sehingga para penguasa tersebut berniat membangun sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka.
Meski hal itu dilarang khususnya dalam syari’at agama, maka yang dimaksud ialah menjelaskan tentang ketakutan luar biasa yang dirasakan Ashhabul Kahfi ketika membela dan mempertahankan keimanan mereka sehingga harus berlindung di sebuah gua dan setelah itu Allah Subhannahu wa Ta’ala membalas perjuangan mereka dengan penghormatan dan pengagungan dari manusia. Hal itu merupakan kebiasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam membalas seseorang yang telah memikul penderitaan karena-Nya serta menetapkan baginya balasan yang terpuji.
* Bahwa pembahasan yang panjang lebar dan bertele-tele dalam masalah-masalah yang tidak penting; maka hal itu tidak perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
* Bahwa bertanya kepada seseorang yang tidak berilmu dalam masalah yang akan dimintai pertanggungan jawab di dalamnya atau orang yang tidak dapat dipercaya adalah terlarang. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “،K dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
Sumber: Qishash al Anbiya،¦, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa،¦di, kisah no 33 dan 34. (Abu Hilmi)

1 komentar: